Jumat, 05 Oktober 2012

wisata banjarmasin

Obyek-obyek Wisata
Kebanggan "Urang Banua"
MASJID Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin adalah masjid kebanggan masyarakat Kalsel, lebih khusus warga Banjarmasin. Masjid terbesar di Kalimantan Selatan ini terletak di Jalan Jenderal Sudirman Banjarmasin, tak jauh dari Kantor Gubernur Kalsel.

Masjid ini didirikan di atas tanah seluas 100 ribu meter, di tempat bekas Komplek Asrama Tentara Tatas yang pada zaman kolonial Belanda  dikenal dengan sebutan Benteng Tatas.
Untuk diketahui, Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin mulai dibangun pada 10 November 1974 hingga, Oktober 1979.

Nama "Sabilal Muhtadin" dipilih sebagai penghormatan kepada ulama besar Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1710-1812 M) yang selama hidupnya memperdalam dan mengembangkan agama islam di Kalimantan Selatan (dahulu Kerajaan Banjar, red). Dimana, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari adalah penulis kitab Sabilal Muhtadin.

Berdasarkan data yang tertulis di sebuah buku berjudul South Kalimantan (Borneo), disebutkan bahwa bangunan masjid terdiri atas bangunan utama dengan luas 5.250 meter dan lima bangunan menara. Satu dari lima menara itu memiliki tinggi 45 meter. Sementara lainnya, hanya 21 meter.

Salah satu kubah bangunan utama bergaris tengah 38 meter yang terbuat dari aluminium sheet kalcolour berwarna keemasan. Sekeliling masjid dihiasi kaligrafi bertuliskan ayat-ayat Al Qur'an dan Asmaul Husna yang terbuat dari bahan tembaga.


Demikian pula dengan pintu dan jendela yang dihiasi relief ukiran khas Banjar.  Namun, tentunya tidak untuk lantai dan dinding masjid. Karena, lantai dan dindingnya terbuat dari marmer.

Sebagai masjid terbesar, Masjid Raya Sabilal Muhtadin seringkali dijadikan sebagai pusat kegiatan keislaman. Hampir setiap harinya ada pengajian.

Namun, pengajian yang paling banyak didatangi jamaah adalah pengajian KH Ahmad Bakeri atau yang lebih akrab dipanggil Guru Bakeri setiap Jum'at malam, serta pengajian Guru Juhdi setiap Kamis malam.

Perlu diketahui, pada Ramadan 1426, 2005 lalu, Masjid Raya Sabilal Muhtadin dijadikan sebagai tempat pelaksanaan peringatan Nuzulul Qur'an yang dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin juga sering kedatangan dai-dai kondang. Seperti Ustadz Jefri Al Buchori, Ustadz Ariffin Ilham, Aa Gym, Ustadz Yusuf Mansur, Ustadz Haddad Alwi, dan banyak lagi. (khai_ril)


Pasar Terapung, Pasar yang Terapung
SUNGGUH nggak afdhol jika ke Banjarmasin nggak mampir ke Pasar Terapung. Ungkapan itu sering kali diucapkan tamu-tamu luar daerah yang bertandang ke Banjarmasin, yang memang asing dengan pasar yang terapung tersebut.
Jika berangkat dari pusat kota dengan menggunakan perahu mesin atau yang biasa disebut Klotok, diperlukan waktu sekitar 45 menit untuk menuju pasar yang berada di aliran Sungai Barito tersebut.
Namun, jika dari pusat kota hingga kawasan Alalak menggunakan transportasi darat, maka tak memerlukan banyak waktu untuk sampai ke pasar tersebut. Biaya untuk sewa klotok pun tak begitu mahal. Karena, antara Alalak dengan lokasi Pasar Terapung tak begitu berjauhan. Kalau dari Alalak, klotok biasanya dicarter dengan harga Rp70 ribu (tergantung bisa tidaknya pencarter me-nego). Selain diajak menyusuri sepanjang pasar, pencarter pun bakal diajak berwisata ke Pulau Kembang (baca ulasan di tulisan berikutnya, red).
Pasar terapung ini sudah ada sejak lebih 400 tahun lalu. Dimana, penduduk dari pedalaman membawa hasil bumi atau hasil kerajinannya untuk dijual secara barter dengan barang dari penduduk pesisir dan pedagang-pedagang yang datang ke pasar tersebut. Namun, tentunya itu tradisi dulu. Sekarang, sudah nggak ada lagi yang namanya sistem barter di pasar tersebut.
Selain dilakukan di atas aliran sungai (perahu, red), kekhasan pasar ini adalah waktu transaksinya yang berkisar dari pukul 05.00 Wita hingga pukul 09.00 Wita. Apabila lewat dari jam tersebut, maka sudah dapat dipastikan bahwa pasar bakal sepi. Karena, setelah pukul 09.00 Wita tersebut, para pedagang akan berpencar, menyusuri sungai-sungai kecil, untuk menjual barang dagangnya ke penduduk yang rumahnya berada di bantaran sungai.
Banyak yang diperjualbelikan. Mulai dari sayur-mayur, bahan kerajinan, buah-buahan, dan banyak yang lainnya. Bagi Anda yang hanya ingin bersantai, Anda pun bisa menikmati secangkir teh atau kopi, plus makanan/ kue khas Banjar, sembari menikmati goyangan ombak yang menerpa klotok yang Anda tumpangi.
Penasaran? Makanya, kalo ke Banjarmasin, jangan lupa ke Pasar Terapung ya...Karena, sebagaimana yang disebutin di atas, nggak afdhol banget gitu lhoh, kalo ke Banjarmasin nggak mampir ke pasar yang satu ini...he...he... (khairil/ sumber : Visitors Guide Book South Kalimantan 1991)
Pulau Kembang, Pulaunya Kelompok Kera
SEBAGAIMANA yang disinggung di atas, tak jauh dari Pasar Terapung, terdapat satu tempat wisata khas lain di Kota Banjarmasin ini. Tempat wisata yang dimaksud adalah Pulau Kembang yang dihuni ratusan bahkan ribuan kera.
 
Untuk menuju Pulau yang satu ini, Anda tak bisa menggunakan kendaraan darat. Karena, yang namanya pulau tentu di kelilingi oleh air. Oleh karenanya, untuk bisa mencapai pulau tersebut, Anda lagi-lagi harus menggunakan klotok.
Kalau dari Pasar Terapung, mungkin hanya memakan waktu 10 menit untuk sampai ke pulau tersebut. Sehingga tak jarang, kunjungan ke Pasar Terapung, selalu dirangkaikan dengan kunjungan ke Pulau Kembang.
Pulau Kembang merupakan hutan wisata dengan luas sekitar 60 hektar. Selain dihuni kera-kera yang akrab dengan manusia (meski terkadang ada juga yang tak bersahabat), jika Anda beruntung, maka Anda juga bisa menjumpai jenis kera khas Kalimantan Selatan, yakni Kera Bekantan, si pemalu berhidung mancung, dengan bulu badan berwarna pirang.
Sekadar diketahui, Pulau Kembang merupakan salah satu tempat favorit etnis Cina. Latar belakangnya adalah kepercayaan etnis tersebut yang apabila memberi banyak makanan kepada kera-kera di Pulau Kembang itu, maka orang yang bersangkutan bakal mendapatkan rejeki yang berlimpah.
Bagi Anda yang ingin berkunjung ke tempat yang satu ini, mohon diperhatikan hal-hal berikut :
1. Siapkan makan-makanan ringan seperti kacang kulit dan sebagainya untuk pakanan para kera.
2. Jangan membawa tas, atau sejenisnya. Karena, tas atau barang bawaan Anda bisa jadi direbut oleh sekelompok kera dan dibawanya kabur. Kendati demikian, bukan berarti Anda bisa menaruhnya sembarangan di dalam klotok. Karena, klotok juga bisa dinaiki para kera, hingga tas Anda juga akan "diobrak-abriknya". Jadi, taruhlah barang bawaan Anda di di tempat yang aman dan tersembunyi, yang tidak mudah dijangkau oleh kera-kera yang berseliweran.
3. Siapkan pula sejumlah uang (terserah uang kecil atau pun besar). Karena, di lokasi wisata tersebut cukup banyak peminta-minta. Jadi, itung-itung bersedekah sembari berwisata gitu lah...
Akhirnya, selamat bernostalgia dengan kera-kera he...he... Ingat-ingat teman seperjalanan Anda, karena, bisa saja tertukar dengan tuh kera...he...
(khairil/ sumber : Visitors Guide Book South Kalimantan 1991)
Museum Waja Sampai Kaputing
Arsitekturnya khas Banjar....

MUSEUM Wasaka (Waja Sampai Kaputing) terletak di Jalan Sultan Adam Komplek H Andir, Kampung Kenanga Ulu RT 14 Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara.
Museum ini terletak di tepian sungai, berdampingan dengan kokohnya sebuah jembatan yang panjang lagi besar, yang bernama Jembatan 17 Mei, atau lebih di kenal dengan Jembatan Banua Anyar.
Di museum yang diresmikan pada 10 November 1991 ini, terdapat kurang lebih 400 benda bersejarah di periode Perang Kemerdekaan.
Menurut salah seorang penjaga museum, sebetulnya banyak koleksi lain yang merupakan peninggalan Perang Banjar, Perintis Kemerdekaan, Perang Kemerdekaan, Pengisian Kemerdekaan, hingga periode Orde Baru.
Namun, karena tempat atau museumnya tidak memadai, terpaksa yang ditampilkan hanya koleksi benda-benda di periode Perang Kemerdekaan, sebagaimana yang disebutkan di atas tadi.
Beberapa benda yang bisa dilihat di museum ini antara lain berbagai jenis senjata yang digunakan pejuang Banjar di masa revolusi fisik tahun 1945-1949. Seperti tombak, mandau, senapan, dan mortir.
Hal lainnya, kita bisa melihat sebuah meja beserta empat buah kursi yang konon dulunya digunakan sebagai tempat pejuang Kalsel untuk bermusyawarah.
Di sekitar kursi tersebut, tepatnya di dinding di sekeliling kursi, terdapat deretan foto gubernur, mulai dari gubernur yang paling pertama, hingga yang menjabat sekarang.


Kunjungan beberapa siswa di museum wasaka...

Di museum yang dibangun dengan arsitektur khas Banjar ini juga terdapat daftar organisasi yang pernah berjuang menentang pemerintahan penjajah seperti Lasykar Hasbullah yang bermarkas di Martapura, Barisan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan yang bermarkas di Banjarmasin, serta yang lainnya. Krmudian ada peta Kalimantan Selatan yang dilengkapi dengan bebera foto masyarakat adat di daerah masing-masing, struktur organisasi perjuangan gerilya Kalsel menuju Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI, serta benda-benda bersejarah lain seperti mesin tik kuno, kamera, cermin, dan sebagainya.
Tak ketinggalan sebuah sepeda kuno yang katanya sewaktu jaman penjajahan dulu, digunakan untuk mengirimkan surat dengan memasukkan lembaran surat tersebut ke dalam badan sepeda agar tidak ketahuan kolonial Belanda.
Ingin tahu bagaimana isi sesungguhnya. Silakan bertandang.  (khai_ril)


sumber : http://banjarmasinkoe.blogdrive.com/archive/4.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih